Wajah Buram Pers Pamekasan, Nurani Tumbang oleh Isi Perut
0 menit baca
Wajah Buram Pers Pamekasan, Nurani Tumbang oleh Isi Perut
Pamekasan||Garuda08.com – Dunia pers di Kabupaten Pamekasan kembali diguncang polemik yang memantik pertanyaan serius soal integritas dan independensi jurnalis. Bukan serangan dari luar profesi, tapi justru gesekan internal antar sesama wartawan.
Sorotan publik mengarah pada seorang ketua organisasi pers di Pamekasan yang secara terbuka menyerang tulisan rekannya sendiri. Artikel yang diserang berjudul “Di Balik Kemeriahan Acara Sultan Madura, Ada Jeritan Pedagang” karya Halik, jurnalis media daring lokal.
Tulisan itu menyoroti suara pedagang kecil yang merasa terpinggirkan di tengah pesta meriah Sultan Madura. Halik memilih berdiri di sisi yang sepi, menyuarakan jeritan mereka yang nyaris tak terdengar.
Namun, bukannya mendapat dukungan moral, Halik justru dihadapkan pada serangan balik lewat rilis resmi organisasi pers. Ironisnya, sang ketua yang seharusnya menjaga marwah profesi malah tampil layaknya “Sengkuni” menggadaikan independensi demi kenyamanan relasi dan kepentingan tertentu.
Perbedaan sudut pandang ini kian menegaskan betapa rapuhnya solidaritas pers, ketika idealisme mulai dikompromikan oleh isi perut.
Meski mendapat tekanan dan perundungan dari pihak-pihak yang disebut berlindung di balik “Ketiak Sultan”, Halik bersama rekannya tetap berdiri tegak. Tulisan mereka menjadi perlawanan sunyi, sebuah sikap yang semakin langka di tengah derasnya pragmatisme.
“Sebagai pilar keempat demokrasi, jurnalis seharusnya menjaga nurani publik, bukan sekadar pengikut arus kekuasaan dan pelayan kepentingan pribadi,” tegas Ade, Ketua Umum Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT), Minggu (24/8/2025).
Ade menilai, publiklah yang paling dirugikan dari kericuhan ini. “Bahkan Sultan ikut merugi. Oknum di sekelilingnya gagal menjaga suasana kondusif, justru menambah gaduh,” ujarnya.
Menurut Ade, menjaga independensi bukan pilihan, melainkan kewajiban moral. “Ketika perut dijadikan alasan untuk membungkam nurani, profesi jurnalis bukan lagi penjaga kebenaran. Ia hanya akan jadi pelayan kepentingan,” tambahnya.
Ia menutup pernyataannya dengan harapan, agar publik tetap percaya pada jurnalis yang bekerja dengan hati. “Di balik semua kepentingan, masih ada jurnalis yang berani menyuarakan kebenaran,” pungkas Ade. (Red)
Sumber resmi: Divisi Humas KJJT