BREAKING NEWS

 


Dalam Diam Ia Mengabdi: Mas’udi Hadiwijaya dan Gelar Kehormatan yang Datang Tanpa Diminta

Dalam Diam Ia Mengabdi: Mas’udi Hadiwijaya dan Gelar Kehormatan yang Datang Tanpa Diminta

Sampang||Garuda08.com - Tidak semua peristiwa besar lahir dari rencana. Sebagian justru muncul dari kesunyian panjang, dari kerja yang tekun dan nyaris tak disorot. Senin, 22 Desember 2025, sejarah kecil tapi bermakna justru menghampirinya. Di Gedung PKPRI Sampang, dalam sebuah festival budaya yang sederhana namun khidmat, Mas’udi Hadiwijaya menerima sebuah kehormatan yang tak bisa dibeli: Pengakuan Adat, Kamis (25/12/2025).


Festival Adat Budaya Nusantara yang digelar Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Sampang awalnya diniatkan sebagai ruang temu budaya dan pendidikan. Namun malam itu, festival berubah menjadi peristiwa kehormatan bagi Kepala Cabang Dinas Pendidikan Sampang, Mas’udi Hadiwijaya, S.Pd., M.Pd.


Dengan tema “Harmonisasi Budaya Nusantara dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan Bangsa”, acara ini menghadirkan suasana yang berbeda dari seremoni pendidikan pada umumnya. Sekitar 50 tokoh Masyarakat Adat Nusantara (MATRA) hadir bersama para kepala sekolah SMA/SMK se-Sampang, serta Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, Aries Agung Paewai.


MATRA penjaga hukum adat, kearifan lokal, dan nilai-nilai leluhur datang bukan sebagai tamu biasa. Mereka membawa mandat budaya, memori panjang Nusantara, dan kehendak untuk menautkan kembali pendidikan dengan akar identitas bangsa.


Dihadapan para raja dan pemangku adat dari berbagai wilayah Nusantara, Mas’udi Hadiwijaya dipanggil ke tengah ruang. Tanpa seremoni berlebihan, tanpa naskah yang dibacakan panjang lebar, ia dianugerahi gelar adat kehormatan dari Praja Mangkualaman Yogyakarta dengan julukan “Raden Tumenggung Hario.”


Sebuah gelar yang dalam tradisi Jawa bukan sekadar simbol, melainkan pengakuan atas integritas, pengabdian, dan kepemimpinan moral.


Mas’udi dikenal sebagai figur yang tidak banyak berbicara tentang dirinya. Namun rekam jejaknya berbicara sendiri. Ia konsisten mendorong pendidikan yang tidak tercerabut dari nilai budaya, memastikan sekolah tidak hanya mencetak lulusan cerdas, tetapi manusia yang mengenal asal-usulnya.


Dalam sambutannya, Mas’udi menegaskan kegelisahan yang kerap ia rasakan. “Generasi muda kita jangan sampai asing dengan budayanya sendiri. Pendidikan harus membentuk karakter, bukan sekadar mengejar nilai akademik,” ujarnya.


Nada serupa ditegaskan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, Aries Agung Paewai. Menurutnya, sekolah seharusnya berdiri sebagai garda terdepan pelestarian budaya. “Pendidikan bukan hanya tentang angka di atas kertas. Sekolah harus menjadi rumah bagi budaya, tempat nilai-nilai luhur diwariskan,” katanya.

Festival ini menjadi langka karena menghadirkan raja-raja dan pemangku adat Nusantara dalam satu ruang, satu niat, dan satu pesan: budaya adalah fondasi pendidikan bangsa, bukan pelengkap yang bisa diabaikan.


Acara ditutup dengan penampilan Poey Stings, musisi asal Malaysia. Lagu demi lagu mengalun, hingga akhirnya ditutup dengan “Dalam Diam Aku Mencintaimu.” Lagu itu terasa seperti epilog yang tepat—sebuah metafora tentang pengabdian Mas’udi Hadiwijaya: bekerja tanpa hiruk-pikuk, mencintai pendidikan dan budaya dalam diam, namun meninggalkan jejak yang dalam.

Hari itu, Sampang tidak hanya menggelar festival. Ia menorehkan sebuah catatan penting: ketika seorang pendidik diberi gelar adat, sesungguhnya yang dihormati adalah komitmen menjaga masa depan bangsa melalui akar budayanya. (Fit)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image