BREAKING NEWS

 


Notula Panas: GASI Tantang Bea Cukai Berantas Rokok Ilegal, Bukan Sekadar Formalitas

Notula Panas: GASI Tantang Bea Cukai Berantas Rokok Ilegal, Bukan Sekadar Formalitas

Pamekasan||Garuda08.com - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Jawa Timur I akhirnya mengumumkan hasil resmi pertemuan dengan Gabungan Aktivis Sosial Indonesia (GASI) terkait maraknya peredaran rokok ilegal di Madura. Sebuah notula bernomor S-788/WBC.11/2025 yang ditandatangani pada 29 Agustus 2025 menjadi pijakan baru atas janji Bea Cukai untuk melakukan penindakan tanpa diskriminasi.


Dokumen resmi itu lahir dari audiensi yang digelar pada 25 Agustus 2025 di ruang rapat M.T. Haryono, Sidoarjo, bersama GASI dan KPPBC TMP C Madura. Notula tersebut menegaskan dua hal: komitmen Bea Cukai menindak peredaran rokok ilegal tanpa tebang pilih, dan ajakan agar masyarakat terlibat dalam pengawasan serta pemberantasan praktik ilegal tersebut.


Namun, janji di atas kertas itu belum cukup meredakan kecurigaan publik. GASI dalam pertemuan itu membeberkan temuan investigasi lapangan soal peredaran merek rokok Geboy, Hummer, HJS, Cahaya, dan merek lainnya yang diduga beroperasi tanpa izin cukai resmi. Menurut mereka, praktik ini bukan hanya merugikan negara miliaran rupiah dari sektor penerimaan cukai, tetapi juga melemahkan perlindungan konsumen.


Ironisnya, Bea Cukai Madura justru berdalih bahwa penghargaan kepada produsen rokok sebelumnya hanya didasarkan pada kepatuhan membayar cukai. Bagi GASI, alasan itu tidak relevan dan justru memperkuat dugaan adanya praktik “tebang pilih” dalam penegakan hukum.


Kini, keluarnya notula ini ibarat pisau bermata dua, bisa menjadi titik balik pemberantasan rokok ilegal di Madura, atau justru menambah daftar panjang komitmen kosong yang tak pernah diwujudkan di lapangan.


Sejumlah aktivis menilai, penerbitan notula ini hanya mengulang pola lama. Bea Cukai sering kali berjanji menertibkan pasar gelap rokok, namun di lapangan penindakan berjalan lamban dan cenderung menyasar pelaku kecil, sementara pemain besar yang memiliki modal kuat seolah kebal hukum. “Kalau yang disentuh hanya pengecer, itu bukan penegakan hukum, melainkan pencitraan murahan,” tegas salah seorang aktivis.


Kecurigaan publik semakin menguat karena peredaran rokok ilegal di Madura sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa penindakan serius. Padahal, kerugian negara dari sektor cukai terus membengkak. Jika lembaga sebesar Bea Cukai gagal menindak tegas jaringan besar di balik bisnis ini, wajar bila publik menilai komitmen yang tertuang dalam notula hanyalah retorika birokrasi.


Di sisi lain, masyarakat berharap notula ini tidak berhenti sebagai dokumen administratif yang dipajang di arsip digital. Bea Cukai dituntut melakukan operasi terbuka, menyasar gudang-gudang besar, serta menindak siapa pun yang bermain di balik rantai distribusi rokok ilegal. Tanpa itu, janji “tanpa diskriminasi” yang tertulis dalam notula hanya akan terdengar seperti mantra kosong.


Kini bola panas ada di tangan Bea Cukai. Publik akan menguji, apakah notula ini benar-benar menjadi langkah awal reformasi pengawasan di Madura, atau justru menjadi catatan baru tentang bagaimana sebuah institusi negara pandai membuat komitmen, tapi lemah dalam mengeksekusi.


Jika tak ada aksi nyata dalam waktu dekat, maka Notula Bea Cukai hanya akan dikenang sebagai simbol kepura-puraan, indah dibaca, tetapi tak bergigi di lapangan. (Red)
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image