Tabir Rekayasa Mulai Terbongkar, Tiga Versi Harga Dum Truk di Sidang Syamsiah
0 menit baca
Tabir Rekayasa Mulai Terbongkar, Tiga Versi Harga Dum Truk di Sidang Syamsiah
SAMPANG||Garuda08.com – Persidangan kasus dugaan penipuan jual beli tanah dengan terdakwa Syamsiah binti Ach. Hasan kembali menjadi sorotan publik, Rabu (20/8/2025).
Alih-alih menjerat terdakwa, sidang ke-7 yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sampang, Selasa (19/8/2025), justru menyingkap benang kusut yang mengarah pada indikasi rekayasa perkara.
Keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), bukannya memperkuat dakwaan, malah memunculkan tanda tanya besar. Achmad Amin, suami pelapor sendiri, tampil di ruang sidang dengan kesaksian yang justru bertolak belakang dengan saksi lain. Dari perbedaan nilai transaksi hingga dugaan aliran uang politik, sidang kali ini berubah menjadi panggung pengungkapan kejanggalan.
Saksi bernama Rizal sebelumnya mengungkapkan bahwa sebuah dumtruck dijual Rp120 juta. Dari jumlah itu, Rp100 juta dipakai langsung oleh Amin untuk kepentingan politik Pilkades PAW Gunung Maddah tahun 2019, sementara Rp20 juta sisanya masuk ke kantong pribadi Amin. Rizal sendiri hanya menerima Rp3 juta sebagai “upah” karena ikut dilibatkan dalam skenario tersebut.
Namun, keterangan berbeda muncul dari pihak pembeli dumtruck yang mengaku membelinya seharga Rp235 juta di pegadaian. Lebih mengejutkan lagi, Amin di hadapan majelis hakim mengklaim dumtruck itu laku Rp350 juta, dan menegaskan bahwa kendaraan tersebut tidak pernah digadaikan.
Perbedaan mencolok antara Rp120 juta, Rp235 juta, dan Rp350 juta untuk satu objek yang sama membuat publik semakin curiga. Fakta ini memperkuat dugaan kuasa hukum bahwa transaksi tersebut hanyalah bagian dari skenario yang direkayasa untuk membangun narasi penipuan.
Ketidakjelasan angka dan transaksi itu menimbulkan pertanyaan mendasar, siapa sebenarnya yang menikmati hasil penjualan aset tersebut? Bukti-bukti yang muncul di persidangan justru mengarah pada pelapor, bukan Syamsiah.
“Objek tanah dan kos-kosan ini sah secara hukum, nyata ada, dan terbukti tidak fiktif. Unsur penipuan sama sekali tidak terpenuhi. Perkara ini jelas-jelas perdata, bukan pidana. Klien kami sedang dikorbankan oleh kepentingan pihak tertentu,” tegas Didiyanto SH, MKn, kuasa hukum Syamsiah.
Penasihat hukum lainnya, Ahmad Bahri, menambahkan,“Kesaksian yang saling bertolak belakang ini justru membongkar siapa sebenarnya dalang di balik perkara ini. Syamsiah hanyalah korban yang dijadikan tumbal. Kami berharap majelis hakim membuka mata hati, jangan sampai keadilan tunduk pada rekayasa.”
Kehadiran Achmad Amin sebagai saksi juga dipersoalkan. Sebagai suami pelapor, Amin dianggap tidak layak menjadi saksi karena jelas memiliki konflik kepentingan. Tim kuasa hukum menilai hal ini memperlihatkan bahwa persidangan dipaksakan hanya untuk membenarkan narasi sepihak.
Kasus Syamsiah kini menjelma menjadi cermin rapuhnya penegakan hukum di Sampang. Publik menanti apakah pengadilan berani menegakkan kebenaran dan melindungi korban, atau justru membiarkan praktik manipulatif yang mengorbankan seorang perempuan sederhana yang semestinya mendapat perlindungan hukum.
Pertanyaan besar kini menggantung Apakah Syamsiah akan memperoleh keadilan, ataukah kembali menjadi korban rekayasa yang dipelihara demi kepentingan segelintir orang. (Fit)






