BREAKING NEWS

 


Tragedi Hukum Gemparkan Publik Bangkalan: Bayi Kepala Terputus, SP3 Ikut Terputus

Tragedi Hukum Gemparkan Publik Bangkalan: Bayi Kepala Terputus, SP3 Ikut Terputus

Bangkalan||Garuda08.com – Skandal baru mencuat dari kasus tragis bayi dengan kepala terputus di dalam rahim di Kabupaten Bangkalan. Dalam audiensi terbuka bersama Gabungan Aktivis Sosial Indonesia (GASI), pihak Polres Bangkalan secara terbuka mengakui bahwa kasus telah dihentikan tanpa penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), Selasa (11/11/2025).


Pengakuan ini mengguncang publik dan memunculkan tanda tanya besar, apakah penyidikan benar-benar sah secara hukum, atau justru dihentikan tanpa dasar yang legal?.


Menurut pengakuan keluarga korban, mereka hanya menerima SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang menyebut kasus dihentikan karena “tidak cukup bukti”.
Namun, berdasarkan Pasal 109 ayat (2) KUHAP dan Perkap No. 6 Tahun 2019, penghentian penyidikan wajib disertai SP3 dan disampaikan kepada pelapor.


Tanpa SP3, penghentian penyidikan tidak memiliki kekuatan hukum dan bisa digugat melalui praperadilan.


“SP3 bukan formalitas. Itu bukti bahwa penyidikan benar-benar dihentikan secara sah. Tanpa itu, kasus belum selesai,” ujar Agus Sugito, praktisi hukum yang menilai langkah Polres Bangkalan cacat prosedur dan berpotensi melanggar asas kepastian hukum.


Ketua GASI Rifai mengaku kecewa setelah keluarga korban tidak mendapatkan SP3 meski penyidikan telah dihentikan.


“Kami datang untuk menanyakan kenapa pelapor tidak diberi SP3. Ini bukan masalah administratif, tapi menyangkut keabsahan hukum penyidikan,” tegasnya di ruang rapat Polres Bangkalan.


Rifai menyebut, pihaknya semula siap menggelar aksi unjuk rasa, namun memilih audiensi agar tetap menjaga etika komunikasi. “Kami ingin mendengar langsung alasan resmi polisi, bukan asumsi,” tambahnya.


Dalam audiensi, Kasat Reskrim Polres Bangkalan AKP Hafid Dian Maulidi menjelaskan bahwa hasil gelar perkara pada 28 Agustus 2025 menyimpulkan tidak ada unsur pidana. “Perkara dihentikan karena tidak ditemukan perbuatan melawan hukum. Informasi sudah kami sampaikan lewat SP2HP kepada pelapor,” katanya.


Pernyataan itu justru memperkuat dugaan bahwa penghentian dilakukan tanpa SP3, melanggar standar hukum penyidikan.


Sementara itu, Kapolres Bangkalan AKBP Hendro Sukmono menyatakan pelapor masih memiliki hak hukum jika muncul bukti baru. Namun pernyataan itu dinilai para pengamat hukum sebagai bentuk “kekeliruan fatal” dalam memahami fungsi SP2HP.


Pasal 76 ayat (1) Perkap No. 6 Tahun 2019 tegas berbunyi:

“Penghentian penyidikan dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).”


Dengan demikian, penghentian tanpa SP3 dianggap tidak sah dan dapat dibatalkan oleh pengadilan.


“Kalau SP3 saja tidak diberikan, bagaimana masyarakat bisa percaya pada proses hukum?” ujar Rifai lagi.
Ia menegaskan, GASI akan melaporkan kasus ini ke Kapolda Jatim dan Divisi Propam Polri serta mendorong keluarga korban untuk mengajukan praperadilan.


Kasus yang bermula dari dugaan malpraktik kini menjelma menjadi cermin buram dan bergeser menjadi tragedi hukum di daerah. Tampa SP3, keadilan bukan dihentikan karena hukum tapi karena kelalaian prosedural yang rapuh dan jauh dari prinsip transparansi. (Fit)
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image